Pak Haedar dalam Dialog Ideopolitor PWM DIY: Pancasila Bukan Agama tapi Ideologi Negara

Pak Haedar dalam Dialog Ideopolitor PWM DIY: Pancasila Bukan Agama tapi Ideologi Negara

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si., menegaskan bahwa Pancasila adalah ideologi atau pandangan negara. Pendangan ini sudah lama disepakati Muhammadiyah. “Pekik Pancasila okelah, tapi tetap tidak bisa naik menjadi agama.,” tegasnya.

Penegasan itu disampaikan dalam Dialog Ideopolitor (Ideologi, Politik, dan Organisasi), Ahad (19 Muharram 1445 H bertepatan 6 Agustus 2023). Acara ini diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PWM DIY) di Gedung AR Fachruddin unit B Lantai 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Dengan tema “Mewujudkan Muhammadiyah DIY yang Unggul dan Berkemajuan” acara ini diikuti 215 peserta dari PWM DIY, Majelis/Lembaga, PWA DIY diikuti seluruh pleno, serta PDM dan PDA se-DIY, khususnya pimpinan harian dan diikuti Ortom tingkat Wilayah.

Dalam pandangan Haedar, ideologi adalah produk untuk kehidupan dunia. Jadi tidak bisa disamakan antara ideologi dengan agama.

“Di era Kiai Dahlan, ideologi untuk kehidupan dunia ini sudah ada,” katanya. Ia mencontohkan, bagaimana makna Sural Al Maun diterjemahkan dalam kehidupan dunia. Surat Al Maun itu ayat Al Qur’an, firman Allah, tapi aplikasinya itu duniamu.

“Itu ideologi,” tegas Haedar Nashir.

Kiai Dahlan, papar Haedar, memang tidak banyak menulis, tapi yang dilakukan sangat taktis. Apa yang dilakukan Muhammadiyah sekarang ini, semua sudah dirintis Kiai Dahlan. Misalnya pendidikan, rumah sakit, amal sosial, dan lain-lain.

Tentang program Ideopolitor, Haedar menjelaskan bahwa ini sudah dilaksanakan di tingkat Pimpinan Pusat, kemudian bergulir ke wilayah-wilayah lain. Nantinya akan turun ke daerah, cabang, bahkan sampai tingkat ranting.

Pada kesempatan itu, Haedar menjelaskan tiga pendekatan dalam memahami Al Qur’an dan Al Hadits. Yakni, bayani (kebahasaan), antarayat saling terkait karena pemahaman terhadap Al Qur’an dan Al Hadits tidak bisa sepotong-potong, tapi antar ayat saling terkait, saling menjelaskan, bahkan dengan Hadits.

Kemudian burhani (ilmu, rasio, alam pikiran) secara terinterkoneksi. Dalam hal ini pemahamannya luas sekali. “Kalau semua diterapkan begitu saja, itu yang sering menjadi masalah, bisa menimbulkan gerakan-gerakan tak kita harapkan,” jelasnya.

Pendekatan ketiga adalah irfani (rasa, batin, ruhani) yang kemudian melahirkan etik, akhlak.

Pada bagian lain, Haedar mengatakan jika ideologi, politik, dan organisasi adalah tiga aspek dalam kehidupan umat manusia. Maka, perlu dipikirkan bagaimana pemahaman dan aktualisasinya dalam usaha mewujudkan Muhammadiyah di DIY yang unggul dan berkemajuan.

Muhammadiyah punya dua agenda, yakni menghadapi politik keagamaan di internal dan bisa memobilisasi potensi anggotanya dalam politik kebangsaan yang menjadi ranah persyarikatan. Selain itu, Muhammadiyah hidup di tengah-tengah banyaknya ideologi yang luar biasa pluralnya. Seperti multikulturalisme, neo-modernisme, liberalisme, sekularisme, dan varian ideologi keagamaan lainnya.

Menghadapi ideologi-ideologi itu, Muhammadiyah berpegang pada ideologi modern, moderat, dan reformis. “Dimana kita tidak masuk ke ranah pemikiran yang ekstrem dan cenderung ke kanan atau kiri, tetapi ideologi tengahan yang menawarkan Islam Berkemajuan. Islam yang damai, menyatukan, memberdayakan, membebaskan, sekaligus memajukan kehidupan bersama,” ujar Haedar.

Terkait politik, Muhammadiyah memandangnya dalam dua ranah, yakni politik praktis untuk meraih kekuasaan dan politik kebangsaan lewat pembinaan masyarakat. Sejak berdiri, Muhammadiyah memiliki garis khittah tidak berpolitik praktis melainkan politik kebangsaan dengan membina dan mencerdaskan kehidupan masyarakat.

Menghadapi Pemilu 2024, garisnya tetap, kita tidak menjadi partisipan politik termasuk menyangkut capres-cawapres, kepala daerah, maupun partai politik dan legislatif. Akan tetapi, tetap mendorong kader-kader Muhammadiyah terlibat sesuai fungsi dan perannya dalam berbagai ranah kehidupan termasuk partai politik.

Persyarikatan memandang partai politik dan perjuangan kekuasaan di politik ini positif, namun harus ada nilainya berdasarkan Pancasila, konstitusi, dan untuk kemajuan cita-cita rakyat.

“Apalagi, Muhammadiyah sebagai jaringan organisasi yang besar dan tersentralisasi. Menghadapi berbagai tantangan di depan, maka organisasi harus diperbarui dan ditransformasikan. Insya Allah, Muhammadiyah akan terus menjadikan organisasi ini sebagai alat untuk memajukan umat,” tegas Haedar.

Rektor UMY, Prof. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P., IPM. ASEAN Eng., selaku tuan rumah menyambut kehadiran peserta Dialog Ideopolitor. Ia menilai, ideopolitor sangat penting untuk meneguhkan ideologi, politik, dan organisasi bagi seluruh kader dalam bermuhammadiyah dan berbangsa bernegara.

“Secara ideologi, kita semua sama dengan nurut dan patuh kepada kebijakan persyarikatan. Secara organisasi, selain Muktamar hingga Musyran, kita tidak berharap aktivitasnya cuma itu saja,” ucapnya.

Adapun secara politik, Gunawan mengharapkan seluruh pimpinan dan warga Muhammadiyah untuk sepakat bahwa persyarikatan punya kepentingan politik. Meskipun tidak terjun ke politik praktis, semuanya harus paham ada banyak kepentingan yang harus diurus lewat jalur politik.

Ia juga menegaskan, tidak boleh ada kepentingan selain Muhammadiyah yang bercokol di seluruh amal usaha, termasuk kampus dan sekolah.

Ideopolitor, menurut Ketua PWM DIY Dr. M. Ikhwan Ahada, S.Ag., M.A., merupakan  wahana peneguhan komitmen ideologi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sekaligus untuk meneguhkan sikap politik dan cara memimpin dalam berorganisasi

“Ideopolitor menjadi konfirmasi kita terhadap setebal apa ideologi yang kita yakini, setepat apa sikap politik kita dalam bermuhammadiyah dan berbangsa. Juga konfirmasi kita bagaimana mengelola persyarikatan ini secara administratif, keuangan, dan lain sebagainya,” jelas Ikhwan.

Hal ini untuk mengimplementasikan sifat Muhammadiyah poin ke-9, yaitu membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Oleh karena itu, PWM dan PWA DIY siap menindaklanjuti Ideopolitor untuk cabang dan ranting. (*)


Wartawan: Dzikril Firmansyah

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
MediaMu Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Paling Banyak Dilihat